Yang Hari Itu Masih Remaja hehehe
4:55 AM
Hai.
Aku ingin
bercerita tentang aku. Aku yang jatuh cinta, mereka bilang.
Ini bukan yang
pertama. Walau aku masih anak-anak, menurutku.
Hari ini tanggal 27 November 2015, umurku masih 16 tahun. Entah
pantas atau belum, itu tidak penting. Apapun ketentuannya, perasaan
yang aku rasakan saat ini nyata.
Aku bertemu
dengannya hampir satu tahun yang lalu. Di bulan Desember.
Saat berangkat dari rumah, aku tidak berencana untuk jatuh cinta
tentu saja. Aku tidak tau apakah Tuhan ingin menumpahkan warna terang
untuk masa mudaku atau apa. Yang jelas, aku bersyukur atas apapun
tujuan kami dipertemukan.
Dia dihadirkan untukku yang pernah membenci pria. Dia dihadirkan
untukku yang takut jatuh cinta. Dia dihadirkan untukku yang
kehilangan kepercayaan atas hubungan pria dan wanita beratapkan
cinta. Dia dihadirkan untukku yang pernah berjanji tak akan
menyanyikan lagu cinta. Dia dihadirkan untuk berperan dihidupku.
Memperbaiki kerusakkan di diriku.
Itulah yang aku katakan pada diriku di masa lalu, yang terus-terusan
berteriak. Meronta. Memintaku berhenti. Kau seharusnya tetap
seperti aku, katanya. Yang acuh dan benci pria, jelasnya.
Diriku kian
menakutiku. Mendesakku. Memblokade jalan manapun agar tak mampu
dilewati harapan.
Bagaimana bila
kuceritakan saja. Baiklah, diriku. Diam dan dengar baik-baik.
Dia bukan
pangeran gagah berani, tentu saja. Aku keluar dari dunia dongengku.
Benar-benar tak kutemui tokoh bualan ciptaanku di dunia nyata.
Dia hadir dengan
senyum merekah, silau ku melihatnya. Dia benar-benar tertawa, tawa
yang lebih tulus dariku. Sesuatu darinya membuatku terhenti kala itu.
Saat pertama itu.
Tanpa sadar,
senyumku selalu mengembang tiap melihatnya.
Dia tidak seperti teman-teman priaku. Dia tidak suka menentang,
membelot, apapun itu, hal-hal menyenangkan bagiku, yang ia sebut
nakal.
Dia tidak seperti
teman-teman priaku. Dan juga sepertiku. Dia lebih suka pulang dan
makan masakan ibunya di rumah, ketimbang ditraktir temannya.
Dia tidak seperti
teman-teman priaku. Suaranya sama sekali tidak nge-bass. Dia
berbicara dengan halus. Tidak sepertiku pula. Aku suka menggunakan
suara datar dan dalam atau berteriak. Itu sebabnya aku merubah nada
bicaraku. Lebih kuperempuankan di depannya.
Dia tidak seperti
teman-teman priaku. Dia tidak pernah mengajak gadis manapun pergi.
Dia selalu jatuh cinta diam-diam. Dia tidak memiliki pengalaman
berhubungan dengan gadis. Itu sebabnya ia sangat kacau saat
mengajakku pergi pertama kalinya, saat datang ke rumahku.
Dia tidak seperti
teman-teman priaku. Yang bermulut kotor. Bersumpah serapah. Memaki
dan mengumpat. Itu sebabnya aku malu dan merubah bahasa sehari-hari
yang ku gunakan bersama teman-teman priaku.
Dia tidak seperti
teman-teman priaku. Yang jorok. Berantakkan. Dan bangga bisa
memanjangkan rambut. Itu sebabnya aku malu dan merubah kebiasaanku,
merapihkan penampilanku, juga rajin-rajin mandi. Tak lupa menyisir
rambutku.
Dia tidak seperti
teman-teman priaku. Dia menganggapku perempuan. Dan tidak kasar
padaku.
Dia tidak seperti
pria-pria yang pernah mendekatiku. Dia tidak mengasihaniku saat ku
ceritakan kisahku. Dia sulit memahami puisi-puisiku, dan dia
mengatakannya, dia tidak berpura-pura paham. Dia tidak suka membaca
buku, dan dia mengatakannya, tidak berpura-pura suka.
Dia orang yang
jujur. Lebih jujur dariku.
Dia terkadang
malu. Sama sepertiku.
Dia pelupa. Sama
pula denganku.
Dia sopan, ramah,
dan dewasa. Kata ibuku.
Dia sering
kehabisan topik pembicaraan. Tak sama denganku. Tapi sekarang dia
perlahan menguasai pembicaraan. Dan aku kehabisan topik.
Dia lebih sedikit
mengatakan tentangnya. Lebih banyak mendengarkan. Tapi sekarang dia
mulai mengatakan tentangnya, keluarganya, dirinya.
Dia malas. Sama
sepertiku. Tapi sekarang dia lebih bersemangat. Mengatakan banyak hal
tentang masa depan. Merencanakan banyak hal untuk masa yang akan
datang.
Dia tidak
berhenti bersikap seperti anak-anak. Tapi dia tidak pernah
kekanak-kanakan.
Dia mudah
mengasihani. Aku lah si tukang main kasar, dia lah si penuh welas
asih dan kelembutan. Begitu kiranya.
Kami punya kesamaan. Bintang, hewan yang disuka, selera tontonan,
kata orang kami sama-sama aneh.
Kami punya perbedaan. Jenis kelamin, tempat tinggal, orang tua. Ehem.
Kami sering berbeda pendapat. Aku suka fotografi, dia tidak. Aku suka
buku, dia tidak.
Aku tidak tau bagaimana perasaannya terhadapku. Tapi dia banyak
melakukan hal manis untukku. Hingga rasa-rasanya aku tak ingin tau
kebenaran. Aku hanya ingin kami terus seperti ini. Aku rasa aku
terlalu cepat puas dan terlalu takut kehilangan.
Terkadang aku tak
ingin berharap hal baik untuk kami. Aku tak ingin pula berharap hal
buruk, tentunya. Aku sungguh pengecut.
Kadang aku merasa
dia sangat jauh. Meski dia sedang duduk di sebelahku sekalipun.
Kadang dia melamun dan diam. Aku sempat mengira dia tidak senang atau
bosan ketika bersamaku.
Aku tidak tau
bagaimana jadinya bila suatu hari dia pergi dari hidupku.
Aku tidak tau
bagaimana jadinya bila suatu hari dia menemukan gadis yang ia sukai,
dan bukan aku.
Aku tidak tau
bagaimana jadinya bila bahkan suatu hari itu tidak ada.
Yang aku tau, aku
sangat menyukainya. Selalu dan selalu dia. Menyelipkan dia dalam
setiap obrolan dengan teman, juga dalam obrolan dengan Tuhan.
Memperhatikannya dari kejauhan. Menunggunya tanpa dia tau. Menuliskan
namanya dan namanya tanpa sadar. Teringat dan teringat kapan pun.
Mengkhawatirkannya. Mengawasinya. Apapun, aku ingin tau tentangnya.
Tapi tak ingin mengusiknya atau dia tau sekali pun.
Yang dia tau, aku
menyukainya. Mengabaikan laki-laki yang mendekat dan memilihnya.
Aku ingin memberi apa-apa yang bisa kuberi untuknya. Aku sungguh
ingin menjadi orang yang ia cari saat ia butuh berkeluh kesah.
Menjadi orang yang mendukungnya. Orang yang marah dan membenarkan
jika ia salah arah. Aku ingin memberi senyum terbaikku. Membuatkannya
kue yang dia suka. Apapun. Apapun. Yang ku bisa untuk membantunya.
Untuk segala yang baik.
You are the
only exception..
You are the
only exception..
You are the
only exception..
You are the
only exception..
You are the
only exception..
You are the
only exception..
You are the
only exception..
You are the
only exception..
And I am on my
way to believing..
Oh and I am on
my way to believing...
Dapatkah aku
mempercayakan perasaan ini kepadamu?
Kini keresahan
yang sejak awal membuntutiku telah berhasil menyandingku.
Merasukkiku.
Tentang mengapa
kau mengatakan kemungkinan kau akan menyukaiku suatu hari, saat
pertama kali aku memberitaumu tentang perasaanku.
Tentang mengapa
kau tak lekas menolakku dengan jelas. Dan memberiku akhir.
Tentang mengapa
kau berbaik hati kepadaku. Atau memang ke semua orang.
Tentang apakah
aku hanya menjadi kawan bagimu, karna kau tak ingin sendiri dan sepi.
Tentang
mungkinkah kau hanya kasihan padaku.
Tentang apa kau
tak punya keberanian untuk menghancurkan secara jelas dan malah
memberi harapan kosong yang menghancurkan secara perlahan.
Tentang apa
artiku bagimu.
Aku mulai takut.
Takut menyia-nyiakan waktuku. Waktu produktifku yang dulu selalu
kugunakan untuk belajar dan meneriakkan cita-cita.
Bagaimanapun,
tanpa ku beri perintah, jiwaku akan terus dan terus memikirkanmu.
Hei. Ini
mengusikku.
Tak bisa, ya, kau
lekas menolakku dengan jelas? ..
Aku tidak akan
pergi bahkan bila ditolak. Ini tidak seperti aku harus meninggalkan
perasaan dan orang yang ku suka. Cukup apa yang aku rasakan, tidak
denganmu.
Ya. Katakan.
0 cuaps