Yang Aku Sadur Dari Buku Paling Rahasia
10:08 PM
Aku ingin menghargai serta menghormati keputusanmu untuk
menyanyangiku dengan tidak banyak mempertanyakan: bagaimana bisa?
Hmm, premis yang
bagus juga ya, hehe.
Kubilang, kan, aku
memang jago gombal. Tidak, semua orang yang mengaku gemar berpuisi
itu aslinya hanya tukang gombal!
Aku cuma ingin
sedikit memberitahukan tentangmu pada- hmm... pada siapa, sih, selama
ini tanpa tahu malu aku curhat macam-macam lewat blog.
Tanpa tahu dibaca
oleh siapa.
Tanpa peduli ada
yang senang atau mungkin sedih karenanya.
Tidak apa.
Menjadi adil bukan
berarti harus mewujudkan semua keinginan. Toh, aku bukan Rajamu yang
diharuskan berlaku adil.
Ini cuma curhat,
kok.
Di Daerah Istimewa
Yogyakarta, pada tanggal 6 eh 5 Januari 2019. Aku lupa hari itu
sedang kenapa.
Mendadak dengan
beruraian aku memanggil kawan dari laci mejaku yang bawah.
Ada satu momentum
yang tidak akan bisa kamu tangkap dengan kamera analog manapun. Tidak
bisa dicuci rol filmnya, tidak akan bisa kering lalu muncul gambar.
Apalagi hanya dengan
ingatanmu itu. Ingatanku malah lebih parah, sih.
Jadi hari itu
kubeberkan pada kawan kecilku, satu hal yang hanya bisa dirasakan.
Satu hal yang ingin aku ingat walau mungkin saat membacanya kembali
aku sudah lupa rasanya.
Jangan sedih.
Lupa itu hal yang
wajar untuk manusia waras (yang gila mungkin juga bisa lupa).
Hari itu aku bilang
pada kawanku bahwa aku berharap Tuhan bukan cuma mempertemukanku
denganmu untuk waktu yang hanya sesaat.
Aku, dengan tak tahu
malu dan serakah, meminta Tuhan untuk merancang hal yang lebih besar,
untuk jangka waktu yang lama. Iya memang aku suka menyuruh-nyuruh
tapi tidak mau bayar.
Aduh, doaku hari itu
banyak sekali. Sejujurnya aku malu juga kalau lebih terang-terangan
lagi. Lagipula, aku kepingin menjaga agar bukuku itu tetap jadi yang
paling rahasia!
Kawan kecilku
bertanya, mengapa aku sampai beruraian begini, kenapa, ada apa, kok
bisa, ah pokoknya banyak tanya.
Tidak apa!!!
Jangan khawatir, aku
memang ingin menangis karenamu. Walau kamu tidak menyakitiku, tapi
dengan reaksi fisik ini, aku jadi paham apa maunya hati (tanpa harus
diberitahu siapa-siapa!)
Untuk pertama
kalinya, aku tidak sekadar menuntut seorang yang memenuhi
kebutuhanku, entah kebutuhan jiwa atau apa.
Aku tidak menjadi
sepenuhnya egois dan meminta-minta seorang yang sempurna pada Tuhan.
Tapi,
aku lebih ingin
membantu, mendukung, mendoakan.
Lebih dari
keinginanku untuk mendapatkan.
Mungkin ini maksud
dari Rumi (atau Romi?) ke Kugy waktu tahu buku dongeng Kugy aslinya
diperuntukkan Keenan.
“Cari orang, yang
ingin kamu beri tanpa harus dia meminta.”
Semacam itu lah,
pokoknya, aku agak lupa karena bukunya, kan, lagi kamu bawa.
Pokoknya
terimakasih, ya!
Aku (juga) sayang
kamu!!!!!!!!!
0 cuaps