Seteguk Kisah: Kau Yang Sedang Mencumbu Kenangan

Pertunjukan senja sudah mencapai bagian akhir. Tapi kau masih belum melepas kaki dan mengirim langkah menuju pulang. Kutunggui hingga seper...

Pertunjukan senja sudah mencapai bagian akhir. Tapi kau masih belum melepas kaki dan mengirim langkah menuju pulang.
Kutunggui hingga seperti kemarin, kemarin, dan kemarin. Kutunggui hingga kau melucuti pedih dan berganti riang.
Ragamu seakan luruh, walau masih nampak utuh. Kau tersungkur, sebelum kemudian memeluk kedua lutut legammu dengan erat.
Cukup untuk menjudulkanmu.
Aku tahu apa yang kau tangisi. Tidak mungkin tidak setelah mengenal apa yang sedang kau sandiwarakan sebelumnya.
Aku tahu apa yang kau tertawakan. Tidak mungkin tidak setelah mendapati bahasa dari air matamu saat ini.
Dan mungkin pula aku tahu apa yang dapat menghiburmu, tapi masih jadi rahasia.
Lalu kau mencengkeram butir-butir pasir yang enggan tergenggam. Mereka berjatuhan, berlarian dari genggammu. Lihat, kau pasti berasumsi bahkan pasir tak bernyawa pun tak sudi bersamamu.
Semua yang pernah di sisimu pasti akan terlepas. Berserak kemana mereka suka.

Gemuruh di lautan hatimu tak kunjung lelah. Meraungi apa saja.
Napasmu masih teratur. Sesekali memanjang atau terhenti. Selaras dengan ombak-ombak yang datang membelai ujung-ujung jari kakimu.
Tapi kau malah menarik kakimu. Toh, ombak-ombak ini pun akan pergi juga.

Seperti,
mereka yang pernah berkawan denganmu
yang mengasihimu
yang secara masuk akal tak mungkin pula meninggalkanmu
yang berjanji akan tinggal
yang kemarin menemuimu

Pergi.

Tanpa pernah berpamitan.

Lagi. Kau menaruh sedih pada tatap matamu. Meletakkannya di lautan. Membuang sedih, kecewa, tanya, dan berbagai sampah perasaan lain.

(photo:pinterest)


Lima empat lima. Tepat waktu seperti biasa.
Akhir dari ritual harianmu. Ombak-ombak dengan marah melahap jejakmu. Kini, kau yang pergi. Kau selalu meninggalkan mereka. Tapi kau jua selalu datang esok. Tanpa pernah berjanji untuk kembali. Tanpa bisa menjanjikan untuk tinggal.

Pertunjukkan senja hari ini telah tutup tirai. Tersisa buih-buih ocehan ombak.



Sekembalinya kau dari pinggir daratan, tangismu tak kunjung mereda. Hanya tanpa terlihat orang lain.
Mungkin semakin tak nampak karena kau telah kerap menjajal berbagai raut periang.
Sepi ini semakin menulang. Membentuk kerangka manusia. Selanjutnya mungkin dapat berkawan denganmu.

Tapi aku hanya dapat menuliskan. Tak ingin menyapamu. Apalagi mendengar keluhmu. Sedang membacanya saja sudah segini menyebalkan.

Aku tak ingin menolongmu.


Karena aku tahu apa yang bisa menghiburmu,


diriku.

source:doc.penulis




You Might Also Like

0 cuaps