Menjelang Pukul Satu Pagi

Masih ingat hari-hari dimana kita beriring. Erat tapi tidak terlalu. Kendur tapi tidak melorot. Bersama-sama. Tidak terbayangkan bagiku ...


Masih ingat hari-hari dimana kita beriring. Erat tapi tidak terlalu. Kendur tapi tidak melorot. Bersama-sama.
Tidak terbayangkan bagiku untuk mencapai titik bingung ini. Seperti tidak mungkin.
Peganganku mengabur. Yang pasti dan tidak menjadi abu-abu.
Sudah terpikir olehku, selalu terpikir bahwa aku akan menjadi beban dan menyusahkan. Bahkan perasaan-perasaan sentimentalku yang kekal senantiasa membuat rumit.

Yang kurasakan nyata adanya. Namun, apa mengungkap menjadikanku salah?
Tidak percaya diri ini semakin besar. Milikku dan milikmu.
Sebenarnya apa yang kubutuhkan?
Aku ingin memberi sebanyak-banyaknya. Aku tidak pernah tahu apa yang sudah kuberi, serasa tangan ini selalu kosong. Tidak ada satu hal pun yang kubawakan untukmu.
Aku tidak sebanding dalam memberi.
Kamu selalu memberi banyak untukku. Ingin rasanya aku membalas. Sebisaku kuberi apa-apa yang dapat kukabulkan. Dengan segala keterbatasan yang kita punya ini..

Seiring berjalannya waktu, kamu pun tersadar, bahwa aku tidak sebanding dengan apa-apa yang kamu bawakan.
Sedih rasanya. Aku sudah tahu, bagaimana mungkin tidak? Aku selalu tahu.. karena aku setiap saat terpikir, apa yang sudah kuberi hari ini? Sebaiknya apa yang kuberi agar sama besar?
Semampuku kuperbaiki, tapi apa yang kuperbuat berakhir kacau. Mungkinkah aku tidak bisa menjadi sebanding?
Kamu yang kemudian datang untuk bilang ternyata aku sudah memberi banyak, bahwa yang kurang mengerti dan terlalu menuntut adalah kamu..

Membuatku semakin sedih.

Pasti sulit, ya, mencari-cari sisi baik itu..?
Lagi, aku membuatmu sulit. Memaksakan diri untuk menerima?
Aku tidak tahu apa aku salah atau benar. Kebiasaanku menganalisa dan mencoba merasakan apa yang dirasakan orang lain membuatku sering sedih dan.. sok tahu katamu..
Sedih sekali rasanya kamu bilang aku sok tahu..

Menutup mulutku bukan hal baru, memendam perasaan dan pendapatku juga tidak sulit. Saat akhirnya aku bicara adalah saat di mana aku sudah memikirkannya sepanjang waktu.
Kupikir aku memang memahamimu, aku berusaha ikut merasakan, tapi ternyata aku cuma sok tahu ya......
Kupikirkan yang terbaik buatmu.. perasaan tidak enakku ini kusampaikan setelah kupikir aku memang tahu dan waktunya tepat. Kupikir aku sudah melihat kondisimu, menimbang-nimbang mana yang baik mana tidak buatmu..
Aku pun bertanya pendapat ke orang-orang. Dengan tetap menjaga kerahasiaan pribadi, mengumpulkan pendapat dan saran dari sudut-sudut lain.
Aku pikir aku memang sudah benar.
Ternyata aku cuma sok.

Bukan kamu yang pantas bilang: “siapalah aku ini”, melainkan akulah yang terpantas.
Aku mengira-ngira perasaanmu setiap kamu mengambil keputusan.. aku hanya merasa.. kamu sedang keberatan..
Aku mengira-ngira apa keinginanmu dan berusaha memenuhi..
Aku mencoba hadir, turut serta memahami rasamu.
Aku ingin mendukungmu, aku ingin membuatmu lebih kuat, aku ingin juga tahu semua termasuk hal-hal yang sedang kamu pendam-pendam.
Ternyata aku yang begitu membuat repot ya.. perasaan yang ingin kurasakan ini kebanyakan. Tidak mampu kutampung.

Sejelas-jelasnya aku tidak pernah ingin pegangan kita lepas.
Tapi, memegang ini semua ternyata tidak mudah.

Ini kutulis dengan hati yang sedang sesak. Pegangan kita sedang mengendur, menjadi jauh dari hari-hari santai kita kemarin, aku harap apapun itu yang sedang kita pegang tidak kemudian hilang di jalanan malam ini.

Malam sudah gelap, di luar pasti dingin.
Pakai jaketmu jangan lupa, aku sudah bilang terus-terusan.
Esok hari aku ingin mengenalmu lebih lagi.

You Might Also Like

0 cuaps